Views
Diduga Situs Kerajaan Mataram Kuno
[KEDIRI] Penemuan beberapa arca purbakala di Dusun Dadapan, Desa Sumbercangkring, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, baru-baru ini diprediksi kawasan tersebut merupakan daerah penting sejarah Kerajaan Kediri atau Kediri. Kawasan itu mungkin bagian dari letak lokasi Kerajaan Medang, pindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah (Jateng), yang hingga kini masih dalam teka-teki (pencarian) para arkeolog.
"Kami akan melakukan penelitian dengan penggalian lanjutan di kawasan ditemukannya arca tersebut," ujar I Made Kusumawijaya, Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto, Kamis (11/9).
Penggalian akan dilakukan karena diduga di lokasi pembuatan batu bata merah oleh tiga orang perajin warga desa setempat itu, masih terdapat peninggalan purbakala lainnya.
Sesuai kitab Empu Sendok (Mpu Sindok), diperkirakan Dusun Dadapan bisa jadi sebagai bagian dari lokasi perpindahan Kerajaan Mataram Kuno (Medang) yang ada di Jateng ke Kadiri (Kediri), Jatim. Kerajaan Medang oleh ahli sejarah Slamet Muljana disebutkan, sebagai nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10, dan akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.
Istilah Kerajaan Medang hanya lazim dipakai untuk menyebut periode Jawa Timur saja, sebab berdasarkan sejumlah prasasti yang ditemukan, nama Medang sudah dikenal sejak periode sebelumnya, yaitu periode Jawa Tengah yang lazim disebut dengan Kerajaan Mataram. Hanya saja guna membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang periode Jawa Tengah, biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hin.
Hanya saja, kata I Made Kusumawijaya, dari pendapat beberapa ahli hingga kini masih terjadi perbedaan untuk memastikan pusat pemerintahan Kerajaan Medang periode Jawa Timur. Bumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah, untuk pertama kali, istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri (Rajya Medangi Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjukladang.
Penyebutan Mataram, kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di sana. Para ahli sejarah paling tidak sepakat bahwa sesungguhnya, pusat Kerajaan Medang pernah mengalami beberapa kali perpindahan, di antaranya sampai di Jatim sekarang.
"Sesuai isi kitab Mpu Sendok, kerajaan Mataram Kuno itu pindah ke Kediri. Hanya saja di mana pastinya, itu yang akan kami dalami," urainya.
Sebagaimana terjadi tiga perajin batu bata merah Suprapto, Kasan dan Sai'in, warga Dusun Dadapan, Desa Sumbercangkring, secara tidak sengaja menemukan ornamen relief gerbang gapura dan Dwapala atau Tothok Kerot, kepala patung Ganesha, yang terbuat dari batu, serta arca yang terbuat dari bata merah.
Khawatir merusak situs sejarah, mereka kemudian melaporkan temuannya ke perangkat desa setempat dan diteruskan ke Polsek Gurah. Guna mengamankan lokasi penggalian, kini sudah dipasangi garis batas aman sambil menunggu kedatangan tim peneliti dari BP3 Trowulan, Mojokerto. [070]
(Sumber: Suara Pembaruan, Sabtu, 13 September 2008)
[KEDIRI] Penemuan beberapa arca purbakala di Dusun Dadapan, Desa Sumbercangkring, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, baru-baru ini diprediksi kawasan tersebut merupakan daerah penting sejarah Kerajaan Kediri atau Kediri. Kawasan itu mungkin bagian dari letak lokasi Kerajaan Medang, pindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah (Jateng), yang hingga kini masih dalam teka-teki (pencarian) para arkeolog.
"Kami akan melakukan penelitian dengan penggalian lanjutan di kawasan ditemukannya arca tersebut," ujar I Made Kusumawijaya, Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto, Kamis (11/9).
Penggalian akan dilakukan karena diduga di lokasi pembuatan batu bata merah oleh tiga orang perajin warga desa setempat itu, masih terdapat peninggalan purbakala lainnya.
Sesuai kitab Empu Sendok (Mpu Sindok), diperkirakan Dusun Dadapan bisa jadi sebagai bagian dari lokasi perpindahan Kerajaan Mataram Kuno (Medang) yang ada di Jateng ke Kadiri (Kediri), Jatim. Kerajaan Medang oleh ahli sejarah Slamet Muljana disebutkan, sebagai nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10, dan akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.
Istilah Kerajaan Medang hanya lazim dipakai untuk menyebut periode Jawa Timur saja, sebab berdasarkan sejumlah prasasti yang ditemukan, nama Medang sudah dikenal sejak periode sebelumnya, yaitu periode Jawa Tengah yang lazim disebut dengan Kerajaan Mataram. Hanya saja guna membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang periode Jawa Tengah, biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hin.
Hanya saja, kata I Made Kusumawijaya, dari pendapat beberapa ahli hingga kini masih terjadi perbedaan untuk memastikan pusat pemerintahan Kerajaan Medang periode Jawa Timur. Bumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah, untuk pertama kali, istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri (Rajya Medangi Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjukladang.
Penyebutan Mataram, kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di sana. Para ahli sejarah paling tidak sepakat bahwa sesungguhnya, pusat Kerajaan Medang pernah mengalami beberapa kali perpindahan, di antaranya sampai di Jatim sekarang.
"Sesuai isi kitab Mpu Sendok, kerajaan Mataram Kuno itu pindah ke Kediri. Hanya saja di mana pastinya, itu yang akan kami dalami," urainya.
Sebagaimana terjadi tiga perajin batu bata merah Suprapto, Kasan dan Sai'in, warga Dusun Dadapan, Desa Sumbercangkring, secara tidak sengaja menemukan ornamen relief gerbang gapura dan Dwapala atau Tothok Kerot, kepala patung Ganesha, yang terbuat dari batu, serta arca yang terbuat dari bata merah.
Khawatir merusak situs sejarah, mereka kemudian melaporkan temuannya ke perangkat desa setempat dan diteruskan ke Polsek Gurah. Guna mengamankan lokasi penggalian, kini sudah dipasangi garis batas aman sambil menunggu kedatangan tim peneliti dari BP3 Trowulan, Mojokerto. [070]
(Sumber: Suara Pembaruan, Sabtu, 13 September 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar